12. November 2008

Vortrag Sabine Kuegler "Dschungelkind" / Anak Rimba di Braunschweig

Im vollbesetzten Foyer des Braunschweigischen Landesmuseums berichtete Sabine Kuegler am 7. November 08 über ihre Kindheit und Jugend im Dschungel von West Papua. In ihrem faszinierenden Vortrag schilderte sie auch die Probleme, die sich nach ihrer Rückkehr in Europa ergaben.

IMG_0669 IMG_0670
IMG_0676 IMG_0681


Zur Einstimmung auf die zu Indonesien gehörende Provinz West Papua spielte Herr Lorenz auf zwei verschiedenen Didgeridoo-Instrumenten, und indonesische Studierende der TU Braunschweig sangen Lieder der Papua.
(Weitere Informationen zu Sabine Kuegler und ihren Publikationen finden Sie unter dem Stichwort "Dschungelkind" oder bei Wikipedia)



Frau Admi Landri Schlueter
berichtete in der Tageszeitung "Tribun Jabar" (Bandung, Indonesien) über diesen Vortrag.

tribun jabar logo

Rabu , 12 November 2008

Anak Rimba di Braunschweig
Admi Landri Schlueter

DEUTSCH Indonesische Gesellschaft (DIG) atau Persatuan Indonesia Jerman Niedersachsen, negara bagian Lower Saxony di Jerman Utara yang berpusat di Braunschweig kembali menghadirkan program akbarnya dengan mengundang Sabine Kuegler.

Dia seorang penulis yang melambung namanya lewat karyanya, Jungle Child. Buku ini mengisahkan kehidupannya semasa kecil hingga remaja di pedalaman hutan rimba raya Papua.

Acara gratis oleh DIG di museum negara (Landesmuseum) Braun,schweig itu menyedot perhatian sekitar 450 orang pada Jumat (7/11) malam. Tempat duduk yang tersedia cuma 400, sisanya terpaksa berdiri dan duduk di tangga panggung.

"Ini jumlah penonton terbesar pada presentasi saya selama ini," kata Sabine Kuegler di akhir acaranya.
Sebelum presentasi, Bapak Lorenz memberi hiburan pengantar berupa tiupan didjeridu, yakni alat musik asli suku Aborigin.

Bagi masyarakat Braunschweig, pertunjukan musik yang cara memainkannya dengan menarik napas ini suatu hal yang baru. Ini mungkin karena daerah Papua, belum begitu banyak dikenal. Selain itu juga dinyanyikan lagu Yamko Rambe dan Apuse.

Lagu Papua ini dibawakan oleh vocal grup mahasiswa Indonesia dari Bandung yang lagi kuliah di Braunschweig, yang mendapat sambutan meriah dari penonton. Dengan penyajian musik dan lagu ini, Papua telah dikenal selangkah sebelum presentasi dimulai.

Buku Jungle Child dan Panggilan Hutan telah terjual habis sebanyak hampir 300 eksemplar pada malam itu yang di pajang oleh Buchhandlung (toko buku) Talia Braunschweig.

Sabine Kuegler lahir di Nepal pada tahun 1972. Ketika berusia tujuh tahun dia diboyong orang tuanya ke sebuah hutan terpencil di Papua Barat pada tahun 1980. Ayahnya Klaus Kuegler adalah seorang pilot dan peneliti bahasa.

Ibunya Doris Kuegler adalah misioner dan guru di Irian Jaya. Bersama kakaknya Judith dan adiknya Christian, Sabine dibesarkan dilingkungan suku Fayu yang baru saja ditemukan saat itu. Suku tersebut sama sekali belum tersentuh oleh peradaban modern.

Sabine kecil pun tidak bermain lagi dengan boneka seperti gadis kecil seusianya, melainkan dengan ular serta busur dan panah benaran. Bukan permen dan keripik yang dikunyahnya melainkan kelelawar, buaya bakar, dan serangga serta kumbang.

Jungle Child adalah kisah memukau tentang suatu kehidupan primitif di hutan pedalaman. Sabine yang terjebak hidup di antara dua budaya, dengan presentasinya menjelaskan bagaimana hidup di pedalaman dan melalui proses yang sulit dan menyakitkan, perlahan-lahan ia berhasil menyesuaikan diri kembali dengan budaya barat.

Namun ia mengakui bahwa sebahagian dari dirinya akan terus menjadi anak rimba, dan suatu hari akan kembali lagi ke sana.

Selain menulis buku anak rimba yang menjadi best seller di berbagai negara, Sabine juga telah menulis beberapa buku lainnya yang menyangkut kehidupan dan situasi di Indonesia. Sekarang dia sedang sibuk menulis buku cerita buat anak dan menyiapkan film Jungle Child yang akan beredar akhir tahun mendatang.

Di samping itu Sabine juga telah dan akan membuka beberapa proyek kemanusiaan di Indonesia yang sudah dianggap sebagai tanah airnya yang kedua. Demikian pengakuannya Sabine di Bandara Hannover, sebelum pulang ke rumahnya di kembali ke Munich.